Skip to main content

Realita

Diujung jalan sana, aku melihat seorang anak kecil menangis. Badannya kurus, memakai baju terusan dengan motif bunga-bunga, sepatunya masih putih bersih, cantik. Aku pandangi es krim yang digenggam ditangan kanannya, sudah meleleh dan membasahi tangan mungilnya. Perlahan aku mendekati, dalam diam aku belai kepalanya. Aku mengambil posisi berlutut, aku tatap mukanya lebih dekat, dia masih menangis tersedu-sedu. "Ada apa adik kecil? Kenapa kamu menangis?" aku bertanya dengan lembut. Dia membuka matanya, menatapku dengan berlinang air mata. Aku ambil sapu tangan didalam tas merahku. Aku hapuskan air matanya dengan lembut. Anak ini memiliki mata yang sangat indah, kasihan sekali mata indah itu tidak bisa berhenti mengeluarkan air mata. Tampaknya kesedihan telah menguasai seluruh tubuhnya. Aku coba sekali lagi mengajaknya berbicara, "Ada apa sayang? Kemana Ibumu? Apa kamu tersesat?". Dia mulai berusaha menghentikan tangisannya. Setelah itu dia mengusap mata dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya menyodorkan es krim yang sudah meleleh itu kehadapanku. Kemudian dia hanya menunduk, ya dengan sesekali mencuri-curi pandang kepadaku. Aku pun mulai bingung, apa yang harus aku lakukan untuk membantunya. Aku lihat sekeliling, semua manusia sedang sibuk dengan urusannya masing-masing. Ada yang berkumpul sambil tertawa-tawa, ada juga yang sendiri sambil membaca korannya, semua berlalu-lalang tanpa ada yang peduli dengan gadis kecil yang tampaknya sudah berjam-jam berada disini. Tiba-tiba anak berambut panjang itu menarik tanganku, dengan lembut dia menyuruhku duduk. Aku pun mengikuti kemauannya, duduk di kursi kayu yang tua itu. Aku menatapnya, dia pun tersenyum lembut tanpa sepatah kata. 

Dia merapatkan badannya ke badanku, kemudian menaruh kepalanya diatas pahaku. Agak kaget aku dibuatnya, tapi aku pun tidak berkata apa-apa. Aku belai rambutnya, aku intip sedikit, dia sudah memejamkan matanya. Aku belai lagi rambutnya yang hitam dan bersih itu. Pelan-pelan kupejamkan mata, sambil menikmati angin yang berhembus lembut. Tiba-tiba anak itu menarik tangan kiriku, dia menggenggamnya dengan lembut. Aku cukup tersentuh dibuatnya, sudah lama aku tidak merasakan kelembutan yang seperti ini. Tidak terasa, aku pun terlelap, cukup lama sepertinya. Aku terbangun dengan secarik kertas ditangan kiriku. Anak kecil itu sudah tidak ada, aku mencarinya di sekelilingku, tidak ada tanda-tanda keberadaannya. Kemudian aku buka kertas yang ada ditangan kiriku tadi, tulisannya acak-acakan, persis tulisan anak kecil.

"Terimakasih kak, aku pergi mencari mama dulu ya. Orang bilang, mama sudah tertidur pulas dibawah tanah. Jadi aku mau mencari dan membangunkan mama. Terimakasih sudah menemaniku ya kak, semoga kita bisa bertemu lagi besok. Salam."

Aku semakin bingung dibuatnya, sampai akhirnya aku menemukan sebuah berita di surat kabar. Berita kecelakaan seorang ibu dan anaknya. Ibunya tewas ditempat, sedangkan anaknya selamat. Dalam surat kabar itu diberitakan bahwa sang ibu meninggal karena melindungi anaknya yang hampir tertabrak ketika menyebrang jalan, dalam koran itu juga dituliskan, Ibu itu adalah satu-satunya keluarga yang dimiliki anak tersebut. Kepalaku mendadak sakit, membayangkan anak kecil itu kesana kemari mencari ibu yang sudah tiada. Tidak sanggup aku membayangkan, bagaimana kalau ia tahu ibunya tidak bisa kembali? Aku baca kembali surat itu, ternyata ada kalimat yang belum kubaca. Isinya "Jangan khawatir kak, Ibu bilang aku harus kuat menghadapi realita, jadi aku ini anak yang kuat, walaupun aku kurang mengerti arti kata realita".

Comments

Anonymous said…
tulisan yang cantik na, ini seperti oase utk org2 yg sudah lama bergelut dengan kegelapan :)

Popular posts from this blog

Kamar Baru Ku

Hore! akhirnya kamar saya kembali tersusun sebagai mana mestinya. Ada sedikit perubahan (lagi) di kamar ini. Perubahan letak kasur, meja belajar, meja tv. Haha. Hmmm, jadi kira-kira ini kali ketiga saya merubah letak-letak semua barang. Semoga kerapian kamar ini berlangsung lama. Yeah!

Lucciano Pizzichini

Seorang teman saya memasukkan sebuah link yang berisi vidio seorang anak kecil yang jago bermain gitar di umur 8 tahun. Kemudian saat menunggu vidio tersebut bisa diputar tanpa terhambat sedikitpun, saya pun melihat-lihat vidio lainnya. Kemudian saya pun meng-klik sebuah vidio dengan anak sangat lucu didalamnya . Namanya Lucciano Pizzichini , saat itu dia berumur tujuh tahun dan kalian lihat saja lah vidionya. Ahh, sangat menggemaskan sekali anak ini. Yang membuat saya tertarik adalah anak ini bisa sangat ceria di bawah panggung, dan bisa sangat tenang di atas panggung. Saya yakin dia akan menjadi musisi besar suatu hari nanti, dan saya ingin bertemu dengan dia. haha. Dan lihat! Nuansa anak-anaknya sangat tergambar pada dua gitarnya yang ditempeli sticker spongebob!

......

Mendadak tidak mau mempercayai orang lain. Bagaimana bisa percaya? Bahkan mereka tidak menghargai apa yang telah saya buat? Hanya bisa mencaci maki saja..