Skip to main content

Mengapa Manusia?

Berbicara soal perasaan, hebat sekali ya Nabi Muhammad itu. Teringat cerita guru agama sewaktu sekolah dulu, Nabi orang yang sangat sabar, bahkan ketika seseorang meludah kepadanya, dia tidak marah. Sedangkan kita? Mobil dipepet dikit rasanya kesal bukan main, tak jarang sumpah serapah dikeluarkan untuk meluapkan kemarahan itu. Lantas, apa manfaatnya?

Selama setahun ini ada yang mengajariku tentang kesabaran dan keikhlasan. Tentu saja dia mengajarinya bukan dari sekedar omongan, tapi tindakan. Sering kali dia meminta maaf duluan, padahal aku pun salah. Tak jarang juga yang dia bicarakan tentang kebaikan ku, apa yang kubalas? Aku sindir dia tentang kekurangannya. Aku terlalu banyak memakai perasaan pada saat itu, ya saat menulis sekarang ini pun tentu perasaan-perasaan itu aku alirkan lewat rangkaian kata ini. Pembelaanku? Namanya juga wanita, semua lebih memakai perasaan daripada logika. Tapi bukan itu yang mengganggu pikiranku saat ini, bukan itu. 

Aku sering kali bertanya "mengapa manusia..."

Mengapa manusia suka menyakiti satu sama lain?
Mengapa manusia selalu merasa lebih baik dia sendiri?
Mengapa manusia gampang kecewa dan membuat kecewa?
Mengapa manusia ?
Mengapa manusia ?
Mengapa manusia ?

Karena memang aku adalah orang yang terbiasa dengan manusia-manusia disekitaranku, maka pembahasan mengenai manusia yang satu dan yang lain cenderung membuatku terlalu sensitif, alias terlalu banyak memakai perasaan. Ah, kalau mas adi, mentor menulisku membaca tulisan ini, mungkin sudah banyak kritikannya, satu kalimat terlalu panjang. Oke, kembali lagi mengenai perasaan. 

Ketika kita merasa kecewa, sangat sakit hati, pernahkah terpikir dalam benak kita, "heyyy, diluaran sana masih banyak orang yang lebih menderita, lebih banyak yang terluka" pernahkah? Tapi mengapa kita terlalu fokus dengan perasaan kita sendiri? Sampai-sampai kita tidak sempat memerhatikan perasaan orang yang ada di sekeliling kita. Apakah kita tahu, diam-diam mereka khawatir dengan kondisi kita? Diam-diam mereka menangis, bukan karena diri mereka, tapi karena kita. Kadang kita salah mengartikan komentarnya ketika kita bercerita. Padahal mungkin maksudnya adalah membuat kita sadar, membantu kita untuk bangkit dari kesenduan-kesenduan yang kita pikirkan sendiri. Berpikir begini saja membuat kepala bagian kanan belakangku sakit.

Kembali lagi tentang perasaan. Sering aku merasa kecewa dengan manusia-manusia itu. Ingin aku pergi dari mereka, dan menjalani hidupku sendiri seperti yang dilakukan Christopher McCandless yang diceritakan dalam film Into The Wild. Merasa muak dan kecewa, kemudian pergi meninggalkan manusia-manusia itu, tapi heyyy, bukankah itu berarti kita lari dari kenyataan? Bukankah itu menandakan bahwa kita pengecut? Tidak bisa berkompromi dengan manusia-manusia lainnya, agar semua bisa merasa senang dan tidak dirugikan. Toh, McCandless sendiri akhirnya menyesal telah dengan sombong meninggalkan keluarganya, dan mengakui bahwa "happiness only real when shared". Pertanyaannya, haruskah kita baru merasa membutuhkan manusia-manusia itu ketika semua sudah tidak bisa diperbaiki? Entahlah, setiap manusia berhak memilih apa yang akan dia lakukan, tentu saja dibarengi dengan tanggung jawab untuk menerima segala konsekuensi atas pilihannya. Tidak ada yang bisa melarang, hanya ada yang bisa mengingatkan. Tapi, ayo hiduplah untuk bisa bermanfaat, khususnya untuk diri sendiri, umumnya untuk orang lain. Menjadi manusia yang akan dikenang sebagai pribadi yang baik dan berprestasi ketika sudah meninggalkan dunia nanti, toh dengan begitu sebenarnya kita juga sedang menabung amal-amal baik. Karena Allah pun memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada sesama. Seperti yang tertulis dalam Al-Quran Surat Luqman (31) ayat 17-19

"Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai."




Comments

Popular posts from this blog

Kamar Baru Ku

Hore! akhirnya kamar saya kembali tersusun sebagai mana mestinya. Ada sedikit perubahan (lagi) di kamar ini. Perubahan letak kasur, meja belajar, meja tv. Haha. Hmmm, jadi kira-kira ini kali ketiga saya merubah letak-letak semua barang. Semoga kerapian kamar ini berlangsung lama. Yeah!

Lucciano Pizzichini

Seorang teman saya memasukkan sebuah link yang berisi vidio seorang anak kecil yang jago bermain gitar di umur 8 tahun. Kemudian saat menunggu vidio tersebut bisa diputar tanpa terhambat sedikitpun, saya pun melihat-lihat vidio lainnya. Kemudian saya pun meng-klik sebuah vidio dengan anak sangat lucu didalamnya . Namanya Lucciano Pizzichini , saat itu dia berumur tujuh tahun dan kalian lihat saja lah vidionya. Ahh, sangat menggemaskan sekali anak ini. Yang membuat saya tertarik adalah anak ini bisa sangat ceria di bawah panggung, dan bisa sangat tenang di atas panggung. Saya yakin dia akan menjadi musisi besar suatu hari nanti, dan saya ingin bertemu dengan dia. haha. Dan lihat! Nuansa anak-anaknya sangat tergambar pada dua gitarnya yang ditempeli sticker spongebob!

......

Mendadak tidak mau mempercayai orang lain. Bagaimana bisa percaya? Bahkan mereka tidak menghargai apa yang telah saya buat? Hanya bisa mencaci maki saja..