Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2011

Kompromi

Ketika dua kepala di coba untuk dijadikan satu. Dua kepribadian dikompromikan menjadi seirama, pasti ada yang dikorbankan. Apa memangnya kompromi itu? Menekan kemauan besar sekecil-kecilnya agar pihak lain tidak terugikan? Mengesampingkan ego sejauh mungkin agar semua nya bisa "menang"? Mungkin secara kasat mata, seperti terjadi "win-win solution", meskipun secara tidak sadar tetap ada satu yang kalah dan satu yang menang. Kompromi, hanya itu? Dilakukan untuk menghasilkan sebuah solusi baik yang menguntungkan, benarkah seperti itu? Atau hanya penyangkalan dari sebuah hati yang berbohong? Tidak terbiasa memanipulasi perasaan mungkin akan membuat kompromi semakin sulit untuk dilakukan. Terus menerus berusaha menekan keinginan yang sangat jujur, sampai akhirnya air mata lah yang menjadi pemenangnya.  Kompromi, tidak ada kah cara lain?

Sang Mimpi

Aku terbiasa dengan panggilan si perangkai mimpi. Merangkaikan mimpi satu ke yang lainnya tanpa sering dengan nyata menyentuhnya. Sampai kemudian datanglah sebuah mimpi yang sudah kurangkai sejak bertahun-tahun lamanya. Senang, ragu, dan khawatir lah yang mendominasi keadaan hati. Senang karena akhirnya aku dapat menyentuhnya, ragu ketika kembali berpikir dan mempertanyakan persoalan nyata atau tidak, dan khawatir saat berhasil menyentuhnya, dapatkah aku menjaganya?  Mimpi itu selalu tersenyum lembut, seolah terus membuatku sadar akan apa yang memang sedang terjadi. Entah sampai kapan dia akan tersenyum selembut itu. Mungkin saatnya aku merangkai mimpi berdasarkan mimpi yang telah kudapat, merangkai dan berusaha menyentuh kemudian mendekapnya dengan sangat erat. 

Menari

Aku berada di dalam sebuah ruangan besar yang kosong, hanya ada sebuah kursi tua, sebuah lampu, beserta meja kayu kecil dengan sebuah radio-tape diatasnya. Pelan kuhampiri radio-tape tersebut, kurogoh dasar tas ku, dan mengambil sebuah kaset yang sudah mulai usang. Ku pasang kaset itu, kemudian kurasakan debaran-debaran senang yang luar biasa hebatnya. Pelan aku mulai menari. Menari-nari kecil diatas lantai papan yang sudah tua dan berdebu. Kunikmati setiap alunan nada lembut yang keluar dari kaset usang ku. Mata terpejam, senyum mengembang, sambil membayangkan betapa indahnya hari-hari yang baru saja kulalui. Kemudian dia datang membuka pintu ruangan itu, membuatku berhenti menari. "Hati-hati kalau menari, nanti kau bisa terpeleset" begitu ucapnya. Aku pun sempat terdiam sejenak, memikirkan makna dari setiap barisan katanya. Dia masih menatapku galak, kemudian aku membalasnya dengan senyuman, "Ini bentuk rasa syukur terhadap apa yang baru saja aku lalui". Masih

Mari dimulai

Sangat menarik ketika pohon bisa membuat kita berpikir. Ada yang bergelut di dalam otak, yang kemudian mengeluarkan buah pemikiran mengenai proses penciptaan masa depan. Dimulai dengan bagaimana memulai, bagaimana melewati, dan kapan bisa mencapainya. Tak jarang pemikiran-pemikiran yang muncul ditentang dengan pengalaman dan keinginan di masa lalu. Sebuah mimpi, dia yang membuat semuanya menjadi semakin rumit, yang menciptakan pergelutan di dalam otak ini. Pandangan orang-orang awalnya mudah sekali ditangkis dengan sebuah keyakinan. Namun pohon memunculkan pandangan yang sudah dengan cepat ditenggelamkan ke dasar pikiran, dan membuat otak kembali mempertimbangkan apa yang telah diucapkan. Sampai pada titik kesimpulan, "you keep asking anyone, but only you know the answer" . Perang pikiran dalam otak pun terhenti dengan cepatnya. Hening sejenak, pohon masih sangat menarik untuk dipandangi. Pergelutan sudah mulai terhenti, kerutan di dahi sudah mulai berganti. Tidak perlu me