Terengah-engah
aku mengatur nafasku. Kakiku terasa gemetar, dadaku sesak, keringatku
berjatuhan. “Aku tidak sanggup lagi” begitu pikiranku berkata. Seketika tubuh
ini semakin lemas, ingin rasanya aku menjatuhkan diri ke tanah yang basah ini,
namun hati tiba-tiba menguatkan sang pikiran “Ini belum seberapa, kamu pasti
bisa melewatinya. Jangan menyerah disini, jalanmu masih sangat panjang”. Aku
naikkan pandanganku, kini aku tepat melihat kedepan, jalanan kosong yang
terlihat sangat dingin membuatku semakin bergelisah. “Aku bisa melakukannya, ya
mungkin aku bisa, tapi aku membutuhkan seorang teman untuk memberiku kekuatan.
Tolonglah, tolonglah aku”. Ada butiran-butiran air hangat yang mengalir deras
ke pipi. Aku putus asa, apa lagi yang harus aku lakukan? Seingatku sudah segala
upaya kulakukan untuk mendapatkan kehangatan di bulan November ini, tapi apa
yang kudapat? Semuanya dingin, bahkan terkesan beku. Seperti jari yang mati
rasa, aku tidak bisa merasakan apa-apa. Bahuku bergetar sangat kerasnya, air
mata kian derasnya, aku menangis terisak, memutar kembali apa yang telah
kurekam dalam pikiran.
---
Dari
12 bulan yang ada setiap tahunnya, selalu ada satu yang menjadi favoritku,
November. Di bulan ini aku selalu mendapatkan kesenangan. Bukan berarti aku
tidak senang di bulan-bulan lainnya, namun November selalu menjadi yang
teristimewa untukku. Salah satu alasannya adalah karena aku dilahirkan di
akhir bulan November, mungkin itu sebabnya aku selalu mempunyai pikiran optimis
bahwa bulan ini adalah bulan keberuntunganku.
Banyak hal yang sudah kutemui di
bulan November, banyak juga yang kutinggalkan. Berbagai mimpi datang silih
berganti. Ada yang memiliki kekuatan untuk terus berada dalam pikiran, ada yang
menyerah dengan cepatnya. Semua yang terjadi, meskipun itu perubahan sulit
sekalipun, tetap bisa kuhadapi. Berawal dengan tangisan, berakhir dengan
senyuman.
Kali ini berbeda, entah mengapa
semangatku turun dengan sangat drastis. Padahal, jika dibandingkan dengan bulan
November sebelumnya, bulan ini seharusnya menjadi salah satu bulan terbaikku.
Aku sudah tidak lagi sendiri, ada teman yang terus menemani dan mendampingiku,
tapi mengapa aku masih merasa ditusuk oleh dinginnya rasa sepi? Di sinilah aku
mulai merasakan debaran jantung yang luar biasa hebatnya. Merasa ada yang
salah, tapi tidak mengetahui di mana letak kesalahannya. Hal itu lebih menyiksa
dibandingkan dengan dijatuhi pukulan bertubi-tubi.
Aku memutuskan untuk mencari,
berjalan pelan menyusuri belokan-belokan otak, terus berjalan sampai akhirnya
aku berlari. Aku kerahkan tenaga sekuat-kuatnya, di mana aku bisa menemukannya?
Apa yang harus aku lakukan? Siapakah yang bisa memberiku jawabannya? Pikiran
itu terus menerus bermain mengelilingi otakku. Masih belum kutemukan. Terus dan
menerus kucari, sehari, dua hari, bahkan sudah lewat berpuluh-puluh hari, tetap
belum ketemu. Rasa penasaran dan gelisah pun menggabungkan kekuatannya menjadi
satu kesatuan. Menambah kerumitan dalam kondisi yang sudah kubuat rumit.
Bagaikan benang kusut yang dimainkan oleh kucing, semakin ditarik semakin
kusut. Bisa dirapikan, tapi dengan penuh kesabaran karena akan menghabiskan
waktu yang cukup lama.
Aku tersentak, pikiranku tiba-tiba
kosong, aku pun lantas berlari.
---
Aku
rasakan sesuatu yang hangat menyentuh pipiku yang sudah mulai mati rasa. Air
mataku diusapnya, tersenyum dia menatapku, hangat. Bahuku semakin bergetar
dengan kedatangannya, tangisku semakin pecah, mungkin aku sampai meraung, tapi
kali ini karena bahagia mendapatkan dekapannya.
“Jangan khawatir, setiap orang
memiliki rasa takutnya masing-masing. Tidak semua yang terlihat tegar itu
benar-benar tegar, begitu juga sebaliknya. Semua memiliki porsinya
masing-masing, ada kekurangan mereka yang menjadi kelebihanmu. Ada juga
kekuranganmu yang menjadi kelebihan mereka. Hidup ini adil, kamu diberikan
sesuatu yang sesuai dengan kebutuhanmu. Asal kamu tidak berhenti untuk mencari
dan memahami apa yang sedang terjadi”
Tangisku mereda, pikiranku kembali
berjalan, kini dengan cukup pelan namun tidak lambat. Aku resapi seluruh
kata-katanya, aku maknai setiap kalimatnya, perasaanku pun membaik. Mungkin aku
menemukan jawabannya. Aku hanya tenggelam dengan rasa takutku. Ya, inilah
masa-masa perubahan yang sangat besar dalam hidupku. Layaknya dari pergi
sekolah diantar ibu, sampai tiba-tiba dilepas begitu saja. Inilah titik di mana
aku sendiri yang harus memilih jalan yang akan aku lalui. Semua harus kulakukan
dan putuskan sendiri, hasilnya pun aku pertanggungjawabkan ke diriku sendiri.
Mungkin di sinilah awal dari serunya kehidupan.
Pelan kubuka kertas yang tadi dia
selipkan di tanganku, dengan teliti kubaca apa yang tertulis di dalamnya.
Senyumku mengembang, aku pusatkan pandanganku pada jalan yang ada di depan,
kemana dia telah pergi meninggalkanku sendirian. Bahkan ketakutan bisa
membuatku lupa bahwa hari ini lah yang paling aku tunggu, inilah hari
favoritku. Aku genap berusia 24 tahun.
“Selamat
Ulang Tahun, masih banyak yang harus kamu kejar. Mudah-mudahan hari ini menjadi
hari yang bisa membuat kamu semangat untuk meraih semuanya. Senang sekali kalau
kamu bisa senang. Jangan pernah hilangkan senyum itu untuk orang lain. -AN”
Aku tegakkan kepalaku, aku kuatkan
keyakinanku, ya, aku harus terus berjalan. Masih ada banyak keseruan yang
menungguku di depan sana. Hidup tidak berakhir di sini, ya, aku masih belum mau
dia berakhir. Masih banyak mimpi yang harus aku wujudkan. Mungkin ini adalah
akhir dari bulan yang sangat aku sayangi, tapi masih ada awal yang menunggu di
hari esok. Sampai jumpa November, akan kurekam baik-baik semua yang telah kau
ajarkan untukku.
__
Ditulis pada November 2011 untuk disubmit untuk project Nulisbuku.com, dan dipublish dalam buku Goodbye November (Buku 2)
Comments