Bagaimana bisa manusia mengaku saling cinta jika yang mereka lakukan hanyalah menyakiti satu sama lain?
Aku terbangun dari tidurku, mendengar suara yang saling meninggi. Mulai lagi, pikirku. Drama sesi satu ini akan segera dimulai. Aku kembali memejamkan mataku, melebarkan daun telingaku, memangku wajah pada kedua tangan diatas lantai, menyimak pertengkaran itu.
Tidak terlalu penting menurutku, mereka mempermasalahkan hal-hal kecil. Pada akhirnya semua tampak sangat besar, karena semua merasa yang paling benar. Mengapa bisa mereka saling menyakiti? Padahal mereka adalah orang yang sangat baik. Hati keduanya sangat lembut, pikiran keduanya sangat sehat, aku bukan orang yang baru beberapa hari bersama mereka, jadi aku tahu betul bagaimana sebenarnya watak mereka. Namun aku sama sekali belum mengerti, mengapa mereka bisa melakukan itu semua.
Bermula dari sebuah perubahan. Kehangatan yang ada memudar dengan kesibukan masing-masing. Komunikasi mereka tidak berjalan. Itu sebabnya mereka tidak pernah bisa saling mengerti. Bahkan mereka tidak tahu apa yang sedang dialami oleh satu sama lain. Salah paham pun menjadi akhir dari segalanya. Jika aku bisa berteriak, aku ingin berteriak. Sayangnya mereka tidak mengerti bahasaku.
Salah satu dari mereka keluar menghampiriku. Membawa semangkok makanan yang sempat lupa mereka berikan padaku. Pertengkaran itu membuat seisi rumah ini gila, mereka lupa segalanya. Kemudian dengan mata berkaca-kaca dia memelukku. Ingin sekali aku membalas pelukan itu, namun aku hanya bisa diam, aku tahu itu cukup membuatnya tenang. Dia kembali masuk kedalam rumah. Sepi, tampaknya semua menolak untuk berbicara.
Aku kembali dalam lamunanku, mencari cara agar mereka mengerti. Aku tahu mereka saling membutuhkan. Namun ego yang lebih mereka pelihara. Bagaimana? Bagaimana? Bagaimana? Aku tahu apa yang harus aku lakukan, tapi aku tidak mengerti cara menyampaikannya.
Sebelum ada kesibukan itu, mereka terlihat sangat kompak. Saling membantu untuk membangun mimpi. Banyak mimpi yang telah mereka buat, yang sepertinya sudah mereka lupakan. Tidak perlu waktu yang lama hingga mereka merasa nyaman pada satu sama lain. Tidak juga perlu waktu yang lama untuk mereka memutuskan ingin memulai perjalanan ini. Sangat besar kebahagiaan waktu itu. Bahkan matahari pun tersenyum lembut menyinari cinta yang mereka rajut. Ketika hujan turun dengan sangat derasnya, mereka pun saling melindungi satu sama lain. Apakah mereka lupa? Lupa cara untuk menjaga perasaan satu sama lain.
Aku tertidur dalam lamunanku sampai tiba-tiba pintu terbuka. Dia menangis dengan membawa semua barang-barangnya. Tidak, dia akan pergi! Bagaimana caranya aku membuatnya berhenti? Bagaimana? Tolong! Jika saja aku bisa berbicara dengan cara mereka. Dia mendekatiku, mengelus lembut tubuhku yang penuh bulu. Memeluk kemudian menciumku. Sangat terasa air yang keluar dari matanya, basah wajahnya, membasahi bulu emas ku. Aku ingin berkata padanya, tapi tidak bisa, dia tidak mengerti. Dia pun berdiri, beranjak pergi. Segera ingin kulepas ikatanku, dan mencegahnya pergi, namun tidak bisa. Hanya keributan yang bisa aku keluarkan, tapi dia tetap tidak mengerti.
Aku merasakan air membasahi tubuhku, seketika aku terbangun dan melihat dia tersenyum sambil mengelus kepalaku. Ternyata dia belum pergi, ternyata aku bermimpi. Riang aku goyangkan ekorku, hanya itu yang bisa aku lakukan untuk menghiburnya. Berhasil, dia tersenyum dan segera menghapus air mata yang tadi membangunkan ku."Maafkan kami ya" lembut ucapan itu keluar. Aku terus menggoyangkan ekorku, menandakan bahwa aku akan selalu ada disampingnya. Dia hanya tersenyum dan pergi meninggalkanku.
Jika cinta hanya untuk saling menyakiti, untuk apa mereka memelihara cinta tersebut? Aku tidak mengerti manusia.
Comments