Skip to main content

Wanita

Sewaktu saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar, saya sudah menunjukkan tanda-tanda kecentilan saya dengan menyukai seorang kakak dari teman saya. Pada waktu itu kebetulan Ibu saya tahu kalau saya udah kecentilan ngeceng-ngeceng. Sampai akhirnya beliau menasehati saya, yang intinya adalah, kalo jadi cewe jangan centil, pokonya kita harus punya harga diri jangan ngejar-ngejar cowo, kita tugasnya hanya menunggu dikejar.

Waktu itu, saya yang memang masih labil hanya mendengarkan nasehat itu tapi tidak terlalu memikirkannya. Saya memang selalu mencoba untuk dekat dengan orang yang saya sukai. Saya tidak berorientasi apa-apa, hanya ingin dekat saja. Sebagai sahabat juga cukup bagi saya.

Kemudian, tahun demi tahun berlalu. Orientasi untuk hanya menjadi sahabat bagi orang yang saya sukai pun masih terus berjalan. Dan itu jugalah yang menyebabkan setiap saya menyukai seseorang, kami hanya akan menjadi teman. Hanya teman, tidak lebih. Saya pun sangat nyaman dengan keadaan itu. Namun, sampai pada akhirnya, ada sebuah perubahan yang terjadi. Pada tahun 2005, setelah sekian lama saya menjalani kehidupan percintaan yang demikian, ternyata perasaan saya pun tersampaikan pada orang itu. Dan akhirnya kami pun memutuskan untuk menjalin hubungan yang lebih dari teman. Namun, memang saya adalah remaja labil yang tidak bisa mengungkapkan perasaan saya secara baik (sampai sekarang pun masih seperti itu), akhirnya hubungan itu pun tidak bertahan lama. Hanya 3 bulan kurang 9 hari, dan kami pun mencoba untuk kembali berteman. Namun ternyata hubungan setelah itu tidak selancar yang saya bayangkan. Ya, saya pun memiliki traumatik tersendiri pada akhirnya. Yang menyebabkan saya berhenti untuk melakukan "usaha" untuk dekat dengan orang yang saya sukai. Kalaupun memang harus dekat, ya memang begitulah adanya. Tidak ada usaha-usaha yang saya keluarkan untuk menjadi lebih dekat.

Saya pun mencoba seperti wanita-wanita yang dikatakan sebagaimana mestinya. Saya menunggu. Menunggu datangnya lawan jenis yang mendekati saya. Namun, memang pada dasarnya saya bukan tipe wanita yang dikejar ya sepertinya, haha. Akhirnya memang tidak pernah ada yang mengejar saya (eits, pernyataan ini bukan berarti saya hopeless ya).

Inti yang mau saya kemukakan adalah, setelah menjalani beberapa kejadian. Juga setelah melihat pengalaman-pengalaman teman-teman wanita dan lelaki saya. Saya tadi malam dan sampai hari ini berpikir, mengapa wanita selalu diposisikan untuk menunggu? Menunggu apapun. Bahkan saya merasa wanita seolah-olah dikendalikan oleh para lelaki. Wanita kasarnya hanya bisa diam, menunggu, dan mengikuti keputusan lelaki. Laki-laki lah yang memang seharusnya membuat segala keputusannya.

Hal ini sangat tidak adil menurut saya. Mengapa harus seperti itu? Mengapa wanita tidak boleh memiliki hak yang sama? Hak untuk menentukan atau bahkan mengejar? Mengapa wanita terkesan sangat lemah sekali? Memang sih, tidak semua wanita sekarang seperti itu. Sudah banyak juga wanita-wanita yang mencoba "memberontak". Tidak sedikit ko wanita-wanita yang berani untuk mengungkapkan perasaannya, mengejar kebahagiaannya, tidak hanya diam dan duduk untuk menunggu. Sangat banyak memang. Tapi tidak perlu disangkal lagi, masih sangat banyak juga wanita yang berpikiran untuk terus menunggu. Kegiatan mengejar itu dianggap tabu oleh beberapa wanita. Dianggap wanita tersebut akan terlihat sangat agresif atau apapun lah. Dan itu membuat harga dirinya menurun. Padahal toh, wanita dan laki-laki kan sama-sama saja, walaupun memang ada perbedaan dalam pembuatannya juga. Walaupun katanya juga wanita tercipta dari rusuk lelaki (atau rusuk adam ya?). Tapi menurut saya, kita adalah sama-sama makhluk Tuhan yang mempunyai perasaan. Jadi mengapa harus dibedakan untuk itu? Mengapa wanita hanya harus menunggu "ditentukan" nasibnya oleh laki-laki?

Ya, kalian semua bisa tidak setuju dengan apa yang saya pikirkan.
Dan saya juga menulis ini bukan karena saya sedang mengejar apa-apa. Saya juga sedang menjadi wanita yang menunggu saat ini, hanya saja, saya kira saya muak dengan semua itu. Saya muak dengan "aturan-aturan" yang ditentukan untuk wanita. Bagaimana wanita seharusnya, bagaimana wanita boleh bersikap, dan bla bla bla.

Kita yang menjalani hidup kita, kita jugalah menentukan mau jadi wanita seperti apakah kita. Omongan-omongan orang hanya akan menjadi pemanis dalam hidup kita, sehingga kalau memang kamu, kalian, atau kita ingin melakukan sesuatu, lakukan saja. Toh yang menjalani, merasakan, dan harus bertanggung jawab adalah diri kita sendiri.

Comments

Aulia Fitrisari said…
nana kurang byk referensi nih kayanya

Popular posts from this blog

Pengakuan Yang Tidak Jelas

Beberapa waktu belakangan ini, saya dihadapkan dengan pikiran teman-teman terdekat, yang menurut saya cukup dalam, serius, dan berat. Pemikiran-pemikiran itu muncul disaat kami mengadakan suatu diskusi mengenai hidup. Kemudian, saya pun berpikir. Bertanya dalam hati. Mengapa ya saya tidak pernah kepikiran tentang semua yang mereka pikirkan? Ya, tidak sedikit pun! Kebanyakan dari mereka memikirkan sesuatu yang kontradiksi. Dan banyak juga yang memikirkan tentang betapa menyedihkannya diri dia maupun orang-orang didunia ini, sebenarnya. Mereka berpikir mengenai hal-hal suram yang ada di dunia ini. Sampai kemudian, seorang teman berkata. "Kamu itu orangnya positif, kamu senang melihat kebahagiaan orang-orang disekitar kamu" Oh, ya barangkali. Saya memang lebih senang dengan segala sesuatu yang lebih berwarna dibandingkan hanya hitam-putih. Sehingga mungkin memang saya lebih memilih untuk melihat kebahagiaan orang lain dibandingkan kesedihan mereka. Namun sayangnya, kalimat itu b...

Jangan Lari!

Masalah Semua orang pasti punya masalahnya masing-masing Tinggal bagaimana cara mereka menghadapi masalah itu Akankah mereka lari? Atau mereka bertahan, dan mencoba untuk memperbaikinya Seiring berjalannya waktu, semakin dewasa kita, maka semakin banyak pula masalah-masalah yang berdatangan. Masalah yang seharusnya kita hadapi agar kita bisa belajar menjadi seseorang yang lebih kuat lagi namun sering kali secara sadar maupun tidak, kita malah menghindarinya. Pernah ga kalian merasa seperti ini? Disaat kalian disakiti atau dikecewakan oleh orang lain, kemudian kalian merasa muak atau lelah, dan ingin pergi jauh dari orang tersebut, kemudian mencari orang baru yang menurut kalian akan lebih baik dari orang yang mengecewakan tersebut. Coba cermati kemudian renungkan kalimat ini : New people are only new for a day. After that they're just people. Who will excite you, disappoint you, scare you a little bit. And when that happens, It's good for avoiding things. But, the problem is yo...

Potret on Vacation

Good Friends, Gr ea t H oliday! Pada hari Sabtu, 02 Agustus 2008, POTRET mengadakan hunting sekaligus liburan ke Pameungpeuk-Garut. Jangan bayangkan anak POTRET disini dengan jumlah yang sangat banyak yaa. Hanya "Perwakilan" dari POTRET saja yang ikut disini, yaitu Mbahrul, Aphiet, Andi, Rizki, Gita, dan Nana. Wah, aku cewe sendiri disini. Sebenernya sih hunting ke Pameungpeuk ini bisa dibilang rencana dadakan sih. Awalnya aku ngerencanain hunting ke Malabar. Tapi, karena 1 dan lain hal, akhirnya diputuskanlah untuk hunting ke Pameungpeuk. Kami semua janjian kumpul di McD Simpang Dago jam 05.00 WIB . Waktu aku nyampe jam 05.15 WIB, disana udah ada Mbahrul, Gita, dan Aphiet. Rizki akhirnya dateng jam 05.30 WIB. Dan, karena semua udah kumpul, akhirnya kami pun berangkat menuju Garut. Sekitar jam 8 kurang-an kami sampai di Kabupaten Garut. Pemberhentian pertama kami adalah tempat wisata Candi Cangkuang. Kami berada disana sampai jam 09.00 WIB. Tempatnya lumayan sih, ga jelek-...