Suatu malam di akhir bulan Desember yang dingin, terlihat dua orang pemuda dan seorang gadis sedang duduk di salah satu rumah makan di pinggiran kota. Terlihat raut wajah yang letih di ketiganya. Namun mereka seperti tidak mendalami keletihannya, mereka tetap mengobrol seru.
Berawal dari ngobrol-ngobrol kecil, berujung pada pembicaraan yang lebih serius lagi. Refleksi diri, itu yang mereka bicarakan. Obrolan itu diangkat oleh salah satu pemuda yang ada di meja tersebut. Pemuda itu mengumpamakan dirinya sebagai lingkaran. Dimana lingkaran tersebut mempunyai titik nya masing-masing. Mengapa kami bisa berkumpul bertiga malam itu? Karena titik kami sedang menyatu. Begitulah menurutnya yang terjadi dalam hidup, lingkaran itu berputar terus, suatu waktu kita akan berada pada titik yang sama, di waktu yang lain, titik kita bisa berada saling berjauhan. Apakah titik yang sudah dipertemukan bisa kembali lagi? Dia berkata, No one knows.
Sang gadis pun terlihat sangat berpikir. Bagaimana dia bisa merefleksikan dirinya? Apa yang cocok untuk mewakili semua karakternya? Aku adalah pensil warna. Begitu ucapnya dalam hati. Kemudian agak ragu-ragu ia menyatakan refleksinya tersebut kepada dua pemuda lainnya. Sang pemuda lingkaran setuju dengan pernyataan tersebut. Bagi gadis tersebut, dirinya adalah sesuatu yang mempunyai banyak warna. Bisa berwarna merah yang merepresentasikan sebuah semangat. Warna abu-abu yang merepresentasikan kebingungannya, juga warna hitam yang merepresentasikan kesedihannya. Bersemangat, bingung, sedih, tiga hal yang selalu ada dalam dirinya. Sang pemuda lingkaran pun menambahkan, "anda itu memang seperti pensil warna, yang apabila sudah diruncingkan, kita harus hati-hati untuk memakainya. kalau tidak hati-hati, bisa patah". Sang pemuda yang dari tadi belum disebut-sebut pun mengusulkan, "tidakkah crayon merupakan refleksi yang lebih cocok untuk dia? Karena kesannya lebih childish" . Pria lingkaran pun berkata, "crayon terlalu keras, warnanya lebih tebal. sedangkan pensil warna, lebih lembut" . Sang gadis pun terlihat sangat mencermati makna yang terkandung dalam setiap kalimat yang dilontarkan dua sahabatnya tersebut.
Tibalah pada sang pemuda yang masih banyak diamnya. Tampaknya dia tidak pro aktif dalam mengikuti topik yang ada. Sampai akhirnya dua sahabat didepannya bertanya, "kamu, seperti apa?".
"Saya seperti banteng.."
"... karena saya itu taurus dan taurus itu banteng dan banteng itu taurus.."
Ketiga orang tersebut pun terlihat bingung. Sang pemuda banteng bingung akan apa yang dia katakan, sang pemuda lingkaran bingung mencerna makna dalam kalimat yang berulang tersebut. Dan sang gadis pun bingung karena waktu sudah menunjukkan hampir pukul 11 malam.
Pada akhirnya obrolan pun ditutup dengan tawa renyah dari ketiganya. Malam tak terasa begitu dingin lagi ketika saya menyaksikan ketiga orang tersebut duduk bersama dan bercanda tawa, semua terlihat hangat.
:)
Comments